Selingkuh itu candu. Ia dihindari sekaligus dicari. Dan ia ditemukan di mana-mana: meja-meja kantor, lorong-lorong bioskop, lantai-lantai pusat belanja. Ia ganja bagi rumah tangga. Tidak hanya yang menghisap saja yang bisa terlena. Mereka yang terpapar asapnya juga bisa meradang: anak-anak, orang tua, mertua, tetangga, sahabat.
Anda mungkin sudah nonton The Burning Plain, sebuah film karya sutradara dan penulis naskah Guillermo Arriaga yang kadung termasyhur dengan Amorres Perros, 21 Grams dan Babel.
Banyak adegan dalam film itu menyingkap seorang perempuan kaya dan rapuh terlibat serong dengan seorang petani rendah hati di sebuah trailer yang teronggok di padang pasir perbatasan Meksiko. Si perempuan menawarkan tubuhnya yang cacat, karena payudaranya telah diangkat. Si lelaki, cinta kepala batu.
Arriaga dengan jeli sekali menyatukan butiran pasir yang angkuh, bulir peluh yang birahi dan geletar tabu yang berkilat di mata si perempuan kaya dan petani itu dalam potongan-potongan sinematik penuh sensualitas.
Seperti adegan dalam film itu, perselingkuhan memang sensual. Ia seakan mengoyak sebagian diri kita yang terlalu lama dihunjam dengan tabu-tabu, dan meneteskan gairah baru pada bagian itu. Ia seakan menertawakan kemunafikan pada banyak orang yang menganggap kesetiaan pada satu pasangan merupakan harga mati. Ia sesungguhnya memaksa kita untuk jujur: Sungguhkah pasanganmu telah dapat membuat dirimu penuh? Sudahkah istri atau suamimu membuat hidupmu lebih bergolak? Tak jarang mereka yang gandrung pada perselingkuhan berteriak lantang, "kami berselingkuh, karena itu kami ada."
Perselingkuhan sungguh populer, sampai kita mesti memberi kategori: ada selingkuh emosional, ada juga yang fisikal. Don-David Lusterman, seorang ahli psikologi, menukas bahwa rata-rata perempuan terlibat yang pertama. Sedangkan laki-laki pada selingkuh fisikal. Saya tidak tahu mana yang terbaik (atau terburuk) dari keduanya. Pastinya, dia menegaskan hal itu tak dapat diterapkan secara merata ke semua lelaki dan perempuan.
Namun, perselingkuhan juga punya penentang. Atas nama komitmen dan ikatan suci pernikahan, para peselingkuh seharusnya tidak mendapat tempat layak di dunia. Bahkan ada agama yang menjatuhkan hukuman rajam bagi kaum pendukung selingkuh (yang sampai berzina tentunya).
Sesungguhnya tidak ada salahnya juga loyal pada pasangan kita masing-masing. Toh imajinasi, atau juga ingatan, dapat melampaui ruang dan waktu. Anda bisa lebih leluasa membayangkan H yang pengertian, D yang romantis, T yang unik, W yang keras hati, G yang penyabar ketika merasa jenuh dengan pasangan Anda. Jika tidak membayangkannya setiap waktu, apalagi ketika Anda sedang berdua dengan pasangan, itu tidak termasuk selingkuh emosional, bukan?
Pada intinya, semua orang memiliki alasan masing-masing untuk memilih atau menghindari perselingkuhan. Seperti pada masakan, bumbu yang berbeda, pada bahan makanan yang sama, menentukan rasa berbeda. Dan itu berlaku juga pada hubungan Anda.
No comments:
Post a Comment