Monday, November 30, 2009

Keputusan UN tetap final ada PK

Keputusan UN tetap final ada PKMahkamah Agung RI (MA) telah melarang pemerintah melaksanakan Ujian Nasional (UN). Putusan kasasi MA itu telah berkekuatan hukum tetap (inkraacht). Walau demikian, upaya Peninjuan Kembali (PK) masih memungkinkan dilaksanakan.

“Masalahnya jika ada upaya PK, pemerintah tetap tak bisa menunda putusan MA itu. Meskipun ada PK itu tidak menghentikan eksekusi,” terang dekan Fakultas Hukum UMSU Farid Wajdi kepada Waspada Online, siang ini.

Lebih lanjut Farid mengatakan, dalam kasus ini pemerintah tidak boleh selenggarakan UN lagi. Demi menjaga kepastian hukum pemerintah tidak boleh mengakali-akali putusan MA itu. Pemerintah juga sambungnya, harus beri contoh pada segenap warga negara bahwa hukum harus dihormati. Manakala putusan MA menolak kasasi pemerintah soal UN, maka tak boleh ada dalih, bahwa putusan MA tidak ada secara eksplisit melarang pelaksanaan UN.

“Kalau itu terjadi, pemerintah telah membuat contoh buruk dan menabrak rambu hukum,” ungkapnya.

Farid menambahkan pemerintah boleh saja berencana akan melakukan PK atas putusan kasasi MA yang melarang pemerintah mengadakan UN. Sebab dalam sistem hukum di Indonesia, upaya untuk melakukan PK dimungkinkan, tetapi PK tak bisa menunda putusan MA.

“PK itu merupakan upaya hukum yang luar biasa. Sekali lagi, PK tidak dapat menunda eksekusi putusan yang ada. Menunda eksekusi putusan MA, berarti pemerintah menghalangi penegakan hukum,” terangnya.

Farid menjelaskan, dalam ilmu hukum, PK dapat diajukan dengan dua syarat. Pertama, adanya novum (bukti baru) yang tidak disinggung dalam rangkaian sidang sebelumnya, baik di tingkat pertama, banding maupun kasasi. Kedua, bila ditemukan kekeliruan amat nyata dari hakim kasasi yang bisa dibuktikan oleh hakim sidang PK, apakah salah persepsi hukum atau ketidakmengertian hakim.

Berdasarkan dengan informasi yang ada, kasasi pemerintah soal pelaksanaan UN ditolak oleh MA pada 14 September 2009 lalu. Dengan demikian, MA mengabulkan gugatan subsider para penggugat yakni 58 anggota masyarakat yang terdiri dari siswa, wali murid, guru dan pemerhati pendidikan.

Gugatan itu sebelumnya menyatakan bahwa bahwa para tergugat yakni Presiden, Wapres, Mendiknas dan negara Republik Indonesia untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah dan akses informasi yang lengkap di seluruh daerah.

Selain itu disebutkan juga bahwa para tergugat harus mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan UN.

sumber: waspada.co.id

No comments:

Post a Comment